Langsung ke konten utama

Muhammadiyah dan Kebudayaan


 Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam

Sebelum membahas prinsip-prinsip kebudayaan dalam islam, agar menjadi jelas, kami perjelas lebih dahulu arti dari kebudayaan yang dimaksud. Dalam e-KKBI, term budaya diartikan sebagai pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju), dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Dari pengertian ini kita dapat memahami kebudayaan sebagai semua hasil kegiatan dan penciptaan akal-budi manusia berdasar pada pemahaman terhadap lingkungan dan pengalamannya. Hasil itu dapat berupa kepercayaan, keseniaan, adat istiadat dan seluruh pengetahuannya sebagai mahluk sosial, yang kemudian melekat dalam kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia, yang tidak lagi diartikan semata-mata sebagai segala manifestasi kehidupan manusia yang berbudi luhur seperti agama, kesenian, filsafat, dan sebagainya. Karenanya, kebudayaan selalu bersifat dinamis berdasar waktu dan tempat di mana kebudayaan itu lahir. Ia akan berkembangan seiring dengan perkembangan zaman dan kehidupan manusia.
Dewasa ini, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok dalam arti luas. Manusia tidak bisa begitu saja hidup di tengah alam, melainkan selalu mengubah alam itu, melalui akal budinya (cipta, karsa dan rasa) yang telah dibekalkan oleh Allah kepadanya. Manusia tidak dapat hidup dengan makanan yang tidak diolah maupun dimasak terlebih dahulu. Pakaian dan tempat tinggalnya tidak sekedar sebagai alat penahan terpaan cuaca seperti layaknya bulu dan sarang bagi binatang, pakaian dan papan bisa bermakna keindahan dan kenyamanan (estetis dan etis). Oleh karena itu pengertian kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia, yang bersifat dinamis, bukan yang statis, bukan lagi kata benda tetapi kata kerja. Sedangkan yang bersifat benda/materi adalah “hasil” kebudayaan. (PP Muhammadiyah 2014, 80- 81).
Adapun kebudayaan dalam Islam menurut Muhammadiyah adalah sebuah keniscayaan, karena manusia sebagai khalifah fil ardl merupakan makhluk yang memiliki potensi untuk meningkatkan dirinya selaku makhluk berakal budi dan karenanya manusia selalu mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan merupakan kodrat manusia, sebab ia adalah salah satu perwujudan dari nilai keindahan manusia (PP Muhammadiyah 2014, 82- 83). Manusia merupakan pelaku aktif kebudayaan. Selama kebudayaan itu masih dalam koridor syariat islam, maka Islam menerima kebudayaan tersebut.
Kebudayaan yang diterima dalam Islam merupakan kebudayaan yang memiliki prinsip sebagai berikut:
a. Kebudayaan sesuai dengan syariat, yaitu semua kebudayaan memiliki kesesuaian dengan nash-nash al-Quran dan hadis. Sebagai contoh dari  kebudayaan ini adalah bentuk dan corak bangunan tempat ibadah. Tempat Ibadah itu menurut Islam adalah masjid. Namun bagaimana bentuk dan coraknya, tidak ada nash al-Qur’an atau hadis yang menentukan. Di aspek inilah budaya masyarakat berperan.
 b. Kebudayaan tidak bertentangan dengan syariat, yaitu semua hasil karya manusia yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Contohnya: budaya sesajen, atau semua budaya yang mengandung kemusyrikan. Budaya yang demikian, maka harus ditundukkan kepada syariat Islam. Kalau tidak bisa, maka mau tidak mau budaya tersebut harus dihilangkan.
c. Kebudayaan yang bertentangan namun bisa diperbaiki. Contohnya adalah syair-syair yang dilantunkan orang-orang Jahiliyyah dahulu yang mengandung unsur-unsur kemusyrikan. Ketika Islam datang, melantunkan syair tetap dibenarkan, namun tentu saja tidak boleh mengandung hal-hal yang bertentangan dengan agama, seperti kemusyrikan, bid’ah dan hal-hal yang membantu kezaliman. Contoh lain, kesenian wayang yang kemudian oleh wali songo dimodifikasi menjadi wayang yang diselipi ajaran-ajaran dan nilai-nilai keislaman didalamnya.


   Pandangan Muhammadiyah terhadap Kebudayaan

Untuk mengetahui bagaimana pandangan Muhammadiyah terhadap bidang seni dan budaya, maka harus mengkaji literatur-literatur Muhammadiyah. Literatur tersebut berupa dokumen resmi yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan harus meminimalisir unsur-unsur subyektif yang berasal dari pengalaman atau fenomena yang terjadi di lapangan. Minimal ada dua dokumen resmi yang dapat dijadikan rujukan dalam memahami pandangan Muhammadiyah tentang seni dan budaya, yaitu Pedoman Hidup Islami Warga Muhammmadiyah (PHIWM) yang merupakan hasil keputusan muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta, serta Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 138/KEP/I.0/B/2014 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXVII.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammmadiyah (PHIWM) yang merupakan hasil keputusan muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta, Seni Budaya menurut pandangan Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
1. Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia, Islam bahkan menyalurkan, mengatur, dan mengarahkan fitrah manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia sebagai makhluq Allah.
2. Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugerahkan Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
 3. Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke22 tahun 1995 bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba'id `anillah (terjauhkan dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni dan budaya di kalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau normanorma Islam sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut.
 4. Seni rupa yang objeknya makhluq bemyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila mengandung unsur yang membawa `isyyan (kedurhakaan) dan kemusyrikan.
 5. Seni suara baik seni vokal maupun instrumental, seni sastra, dan seni pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta menjadi terlarang manakala seni dan ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual maupun visual tersebut menjurus pada pelanggaran norma-norma agama.
 6. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana da'wah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
7. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan kebudayaan muslim.

Sedangkan dalam kesimpulan tentang Pedoman Seni dan Budaya Islam yang tertuang dalam lampiran Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor : 138/KEP/I.0/B/2014 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXVII adalah sebagai berikut:
1. Menurut fitrah dan kondratnya, seni dan budaya itu ada dan melekat pada diri manusia sejak lahir, karena manusia dibekali oleh oleh Allah keamampuan akal budi (karsa, cipta dan rasa) yang berwujud hati nurani, akal, dan perasaan.
2. Kesenian adalah bagian dari kebudayaan, yaitu hasil karsa, cipta dan rasa manusia yang mempunyai nilai keindahan
 3. Agama adalah kepercayaan, yang berfungsi sebagai sumber nilai dan panduan dalam kehidupan berbudaya dan berkesenian.
 4. Wilayah atau peta seni budaya Islam adalah termasuk muamalah duniawiyah dengan kaidah: pada dasarnya boleh kecuali ada nas yang mengharamkan.
 5. Hukum Islam tentang kesenian adalah mubah/boleh, sejauh tidak ada larangan agama dalam cara maupun tujuannya. Bahkan kalau tujuannya untuk dakwah, karena dakwah hukumnya wajib, maka kesenian hukumnya dapat menjadi sunnah atau wajib, paling tidak menjadi wajib kifayah.
 6. Agama Islam mendorong berkembangnya kebudayaan dan kesenian, dengan mengintegrasikan agama, ilmu dan seni.
7. Strategi Kebudayaan Muhammadiyah menyatakan bahwa dimensi ajaran kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah dengan dimensi Ijtihad dan Tajdid sosial keagamaan, dilakukan secara organisasi.
8. Peran Muhammadiyah dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian adalah sebagai media dakwah. Dakwah adalah wajib ’ain dan wajib kifayah, maka mengembangkan kesenian dan kebudayaan, sebagai media dakwah dapat menjadi wajib ’ain dan wajib kifayah, berdasar kaidah ”maa lam yatimmul waajib, illa bihi fahuwa waajibun” tidak sempurna suatu kewajiban tanpa dengannya, maka hal yang dapat menyempurnakan itu menjadi wajib. Kesenian merupakan ekspresi jiwa manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia yang mendorongnya untuk mengekspresikan segala sesuatu yang indah, apa pun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan fitrah yang dianugerahkan Allah S.W.T., kepada hamba-hamba-Nya. Adapun larangan-larangan Islam terhadap kesenian tertentu seperti seni patung, seni lukis yang porno, seni tari yang menampakkan aurat dan lainnya, larangan-larangan tersebut ada illat atau sebabnya. Jika sebab tersebut tidak ada, maka tidak ada pula larangannya, sebagaimana bunyi kaidah usul fikih “Al-hukmu yaduuru maa illatihi wujudan wa adaman” yang artinya Hukum itu berputar bersama illat/sebab dalam keadaan ada dan tidak ada. Maksudnya, jika illat atau sebab itu ada, maka hukumnya juga ada. Sebaliknya, jika sebabnya tidak ada maka demikian pula hukumnya tidak ada (PP Muhammadiyah 2014, 108).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seni dan budaya dalam perspektif Muhammadiyah adalah hal fitrah yang dibutuhkan oleh manusia, sehingga hukum seni dan budaya adalah boleh, mubah. Hal ini berdasar pada pada kaidah ushul fiqh yang menyatakan “ al-aslu fiil Asyyaa’ al-ibahah, hatta yadullu dalil ala tahrim” yang berarti asal hukum segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Sehingga, hukum seni dan budaya bahkan bisa menjadi wajib ain dan wajib kifayah apabila dalam kerangka dakwah, dan menjadi hal yang dapat menyempurnakan kewajiban.
Hukum boleh bahkan dapat menjadi fardu dalam berkesenian dan budaya dalam pandangan muhammadiyah, tentunya selama mengikuti aturan dan tidak bertentangan dengan norma dan nilai ajaran Islam. Norma dan nilai ajaran Islam yang menjadi dasar dalam menjalankan aktifitas seni dan budaya, meliputi : 1. Tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), yaitu aktivitas seni dan budaya tidak mengakibatkan kerusakan bagi pelaku, sesama, dan lingkungannya, justru dengan aktivitasnya memberikan manfaat dan berperan aktif menjaga kelestarian, keamanan dan kenyamanan bagi pelaku, sesama, dan lingkungan sekitarnya. 2. Tidak mengarah atau mengakibatkan dlarar (bahaya), yaitu aktivitas seni dan budaya tidak mengakibatkan bahaya bagi pelaku, sesama, dan lingkungannya, justru dengan aktivitasnya memberikan manfaat dan dan maslahat 3. Tidak mengarah atau mengakibatkan isyyan (kedurhakaan), aktivitas seni dan budaya tidak menjadikan manusia melakukan kedurhakaan, yaitu melakukan apa yang dilarang Allah S.W.T., dan meninggalkan apa yang diperintahkanNya. 4. Tidak mengarah atau mengakibatkan ba'id `anillah (terjauhkan dari Allah), aktivitas seni dan budaya tidak menjadikan manusia menjauh dari Allah S.W.T., justru dengan seni dan budaya dapat mendekatkan dirinya kepada sang pencipta.
Ada beberapa norma yang harus dipegang dalam berkesenian menurut Islam, yaitu: 1). Dilarang melukis lukisan yang bersifat pornografi, serta melukis tidak bermanfaat. 2). Dilarang menciptakan hikayat yang menceritakan dewa-dewa, kebiasaan pengarang yang mengkritik Tuhan. 3). Dilarang menyanyikan lagu-lagu yang berisikan kata-kata yang tidak sopan atau cabul. 4). Dilarang memainkan musik yang merangsang kepada gerakan gerakan sensual. 5). Dilarang berpeluk-pelukan antara laki-laki dan perempuan atas nama tarian. 6). Dilarang menampilkan drama dan film yang melukiskan kekerasan, kebencian dan kekejaman. 7). Dilarang memakai pakaian yang memamerkan aurat (Gazalba, 1978: 307).

Oleh: Yusroful Kholili

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUHAMMADIYAH, NEOKOLONIALISME-IMPERIALISME

            Memasuki awal abad 20 kesadaran kolektif bangsa Indonesia untuk segera lepas dari kolonialisme bangsa Belanda semakin menguat, di awali dengan kelahiran organisasi pemuda Budi Utomo pada tangal 20 Mei 1908 kemudian di ikuti oleh beberapa organisasi lainnya. Sebagai bangsa terjajah menjadikan kondisi bangsa Indonesia berada pada titik terendah, segala akses menuju manusia “sebenarnya” nyaris tak di temukan, akses menuju perekonomian yang baik tak kunjung di dapat, akses mendapat Pendidikan juga mengalami kebuntuan utamanya mayoritas pribumi, terutama akses mendapatkan hak sebagai warga negara yang di dalamnya termasuk kebebasan menjalankan kehidupan beragama. Inilah sebuah permasalahan bersama yang terus dirasakan bersama oleh seluruh masyarakat Indonesia pada saat itu.             Permasalahan-permasalahan yang sedemikian kompleks inilah yang kemudian mela...